Kamis, 19 Desember 2013

Tidak Mengucapkan Selamat Natal Bukan Berarti Tidak Memercayai Kelahiran Nabi Isa a.s.


Saya menempuh SD dan SMP di sekolah Katolik, dapat anda bayangkan berapa banyak teman saya yang beragama Nasrani. 
Lebih dari itu, Mbah Kakung, Mbah Putri, Bulik, Om, dan semua sepupu dari pihak keluarga Ibu saya menganut Katolik, mereka bukan orang-orang yang jauh dari saya, keluarga besar Ibu saya itu sangat dekat dengan pribadi saya.
Bayangkan anda harus menjadi saya, ingin sekali mengucapkan selamat natal di tengah kegembiraan mereka bukan?

Dalam Al-Quran Surah Maryam ayat 33 memang menjabarkan bagaimana Nabi Isa a.s. seolah memberi contoh memberi ucapan selamat atas kelahirannya dengan berkata, “Dan kesejahteraan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”

Namun, saya meragukan mengenai waktu kelahiran Nabi Isa a.s. yang diperingati setiap tanggal 25 Desember karena saya belum mendapat literatur yang terbukti merupakan fakta yang menyatakan memang pada tanggal 25 desember lah Nabi Isa as dilahirkan.

Selain itu, yang menodai kesejahteraan atas kelahiran Nabi Isa a.s. adalah kepercayaan umat Nasrani bahwa Isa as adalah anak Allah yang dikandung oleh Roh Kudus. Sementara dalam surat yang sama (Surah Maryam) ayat  88 sampai dengan ayat 93, disebutkan yang artinya sebagai berikut.
(ayat 88) Dan mereka berkata,”(Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
(ayat 89) Sungguh kamu telah membawa sesuatu yang sangat mungkar.
(ayat 90) Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh (karena ucapan itu).
(ayat 91) Karena mereka menganggap (Allah) Yang Maha pengasih mempunyai anak.
(ayat 92) Dan tidak mungkin bagi (Allah) Yang Maha Pengasih mempunyai anak.
(ayat 93) Tidak seorang pun di langit dan di bumi melainkan akan datang kepada (Allah) Yang Maha Pengasih sebagai seorang hamba.

Pasti jika anda seorang beragama Katolik atau Protestan akan sedikit merasa kesal, kecewa, tidak percaya, atas uraian saya sampai di titik ini. 
Tetapi di sinilah kita mewujudkan apa yang kita sebut dengan toleransi. 
Toleransi yang muncul adalah dengan membiarkan saya percaya kepada apa yang saya yakini, begitupun dengan saya yang tetap membiarkan anda mempercayai yang anda percayai.

Bukankah dengan umat muslim dilarang mengucapkan selamat natal tidak berarti umat muslim melarang umat nasrani merayakan natal?

Dengan tidak mengucapkan Selamat Natal tidak akan mengusik siapapun, tidak akan mengecewakan siapapun.  Sama halnya ketika saya merasa santai, biasa saja, dan tidak kecewa umat Nasrani tidak serta merta mengucapkan selamat hari kemenangan kepada saya saat hari Idul Fitri tiba.

Bukankah dengan umat muslim tidak mengucapkan selamat hari natal tidak akan menyakiti siapapun?
Maka ini adalah cara yang damai, dimana umat muslim tetap setia pada urusan dengan Tuhannya, begitupun umat Nasrani.

Fatwa haramnya mengucapkan Selamat Natal itu berlaku bagi kaum muslim saja bro, sist, jika anda bukan, ya sebaiknya tidak usah sewot. Karena ini urusan umat muslim, dan biarkan kami yang menyikapi sendiri.
Memang di antara kami ada yang menyikapinya dengan cerdas sementara beberapa lainnya hanya mengutamakan emosi.  


Bertoleransi adalah ketika saya tetap berpegang teguh kepada aqidah agama saya karena itu perintah Tuhan saya dan menjadi urusan saya dengan Yang Maha Kuasa, sementara begitu pula umat agama lainnya dengan aturan main agamanya masing-masing, namun kemudian kita tetap bisa bersama-sama berteman satu sama lain, tidak saling menjatuhkan karena urusan agama, dan tidak memunculkan suatu keributan karena alasan agama itu sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Find something ?