Senin, 21 Oktober 2013

Diksi Yang Dipertanyakan dalam UUD 1945

Assalamualaikum wr.wb.
Salah satu dosen gue, Pak Andi Purnomo, S.T., M.A. sempat atau bahkan sering menyoroti kesalahan atau kekeliruan atau keambiguan dalam penggunaan bahasa tercinta kita, Bahasa Indonesia. Dan yang paling menarik perhatian gue adalah penggunaan pilihan kata (diksi) berikut di dalam UUD 1945

First, dimulai dari bagian pembukaan UUD 1945. Coba kita telaah pada alinea kedua.

"Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur."

Apakah ada yang salah? Pastinya gue gak berani bilang ini kesalahan. Coba deh bro sist sekalian baca lagi.

Mungkin alinea ini seolah menjadi jawaban bagi pertanyaan mereka yang selama ini berkoar "Apakah Indonesia sesungguhnya sudah merdeka?"
Ya, kita mungkin bahkan belum memasuki kemerdekaan itu sendiri.
Kita masih di depan pintu gerbang kemerdekaan. Baru sampai di sanalah pencapaian kita jika menelaah alinea tersebut.
Itu dari segi "kesalahan lucu" dalam penggunaan diksi.

Lebih lanjut, mari kita selami.

Coba bayangkan, berarti selama ini, Indonesia sudah berada di depan sebuah pintu gerbang selama 68 tahun tanpa memasukinya.
Hmmm, mungkin pintu gerbangnya masih dikunci kali ya?hehehe
Dan yang seharusnya membuka gerbang yang terkunci tersebut masih sibuk unjuk rasa tidak jelas, saling menyalahkan, beberapa malah tidak peduli, merasa tidak memiliki negara ini dengan melimpahkan segalanya kepada pemerintah, terus menyalahkan pemerintah tanpa pernah terjun langsung ke sekitarnya untuk membuka mata dan menolong orang yang mereka teriakkan haknya.

Para pemuda masih mencari kunci kemerdekaan tersebut. Mungkin termasuk gue, saat ini gue cuma bisa posting beginian doang di blog. Tapi mungkin di sini, perlahan serpihan kunci gerbang yang teramat besar tersebut bisa gue temukan untuk kemudian gue gabungkan dengan serpihan kunci lainnya yang ditemukan para pemuda bangsa lainnya.


Next, diksi yang agak gue pertanyakan terdapat pada batang tubuh UUD 1945 Bab XIV Pasal 34 Ayat 1

"Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara"

Jika anda memelihara seekor kucing, maka anda berusaha agar kucing tersebut tetap bersama anda bukan?
Jika anda memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, maka itu berarti anda berupaya agar keindahan dan kebersihan itu tetap ada bukan?

Nah, mungkin inilah mengapa tetap saja ada fakir miskin dan anak-anak terlantar di bumi pertiwi kita.
Sebab negara berarti berusaha agar fakir miskin dan anak-anak terlantar tetap bersama kita.
Sebab negara berarti berupaya agar fakir miskin dan anak-anak terlantar tetap ada di Indonesia.

Bisa gak sih kalau kata "dipelihara" diganti saja dengan "diupayakan kesejahteraannya".
Maknanya jadi jelas dan tunggal.
Negara berarti akan mengupayakan kesejahteraan bagi warganya yang tergolong fakir miskin dan anak-anak terlantar.
That's it. Gak ada lagi orang yang bakal berpikir dan mempertanyakan macem-macem lagi, kayak yang gue lakukan sekarang ini.



Yaaa intinya, gue tau sih mungkin itu memakai makna kiasan, gue juga yakin yang merancang UUD 1945 dan juga yang mengamandemennya telah mengkajinya dan gue yakin mereka merupakan orang-orang yang sangat terpelajar.
Akan tetapi, ini dasar hukum. Dasar hukum ya harusnya pakai kata-kata bermakna denotasi sajalah biar gak dipertanyakan. Masa sih lulusan SMA kayak gue gini sampe mempertanyakan dasar hukum negaranya sendiri.

Terima kasih sudah membaca :)
Wassalamualaikum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Find something ?